Tahun 2024 adalah tahun perhelatan pesta demokrasi lima tahunan di negara Indonesia tercinta. Kontestasi ini telah diawali dengan pesta demokrasi pemilihan Presiden & Wakil Presiden serta pemilihan anggota legislative yang terselenggara tepatnya pada tanggal 24 Februari kemaren. Perhelatan itu tentu meninggalkan banyak catatan pada pesta demokrasi kita. Selaku warga negara kita tentu mengetahui secara pasti apa yang telah terjadi pada pesta demokrasi itu. Hal-hal itu mesti menjadi catatan tersendiri bagi para stakeholder maupun para konstituen di negara ini, agar pada kontestasi Pilkada yang sedianya digelar pada 27 November nanti, dapat berjalan dengan aman dan damai.

Proses-proses Pilkada telah dimulai pada beberapa bulan silam, diawali dengan pembentukan KPU, Pembentukan PPK, Pembentukan PPS yang mesti melalui seleksi ketat dari panitia penyelenggara. Hal ini dimaksudkan agar para penyelenggara pesta demokrasi ini memiliki integritas yang sangat amat baik dan dapat dipercaya demi terwujudnya PILKADA yang aman dan damai. Lalu terpilihlah mereka-mereka yang menduduki posisi-posisi pada Lembaga Adhoc pemilu tersebut.

Bakal-bakal calon pemimpin didaerah, entah Bacalon Gubernur, Balacon Wakil Gubernur, Bacalon Bupati/Walikota serta Bacalon Wakil Bupati/Wakil Walikota mulai bermuculan dengan didukung oleh para pendukung kandidat masing-masing. Para bakal calon itu lalu mulai melakukan Langkah-langkah politik, mulai dari mencari wakil mereka sampai kepada upaya mendapatkan rekomendasi dari partai pendukung yang ada.

Hal yang sama juga turut mewarnai iklim demokrasi di Maluku dan Kota Ambon pada khususnya. Spanduk-spanduk para bakal calon maupun wakilnya telah berseliweran di kota ini, sebab kita akan melaksanakan dua agenda politik di tahun ini yakni pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur  Maluku serta Pemilihan waikota dan Wakil Walikota Ambon. Sebagai warga Maluku dan kota Ambon tentu kita mengetahui para bakal calon yang akan bertarung pada konstestasi lima tahunan di tingkat daerah tahun ini dengan begitu baik. Kita tentu mengetahui track record  para kandidat, baik lewat media massa online maupun offline. Berdasarkan track record itulah, kita akan memilih para pemimpin kita yang akan menahkodai Provinsi Seribu Pulau ini dan Kota bertajuk Manise ini lima tahun ke depan. Sebagai warga kota, sebagai warga provinsi, kita mesti menggunakan hak pilih kita dengan sebauik mungkin.

Tak dapat dinafikan bahwa dalam kontestasi perpolitikan yang akan berlangsung pada bulan November mendatang, sudah ada banyak hal yang dilakukan oleh para kandidat maupun para pendukung mereka. Hal itu tak lain dan tak bukan untuk mendulang suara sebanyak mungkin bagi para kandidat mereka nantinya pada puncak perhelatan itu. Sebagai konstituen kita tentu menghendaki agar masalah-masalah yang muncul pada kontestasi ini dapat diminimalisir sebaik mungkin.  Lalu apa saja yang dapat menjadi potensi “kerawanan politik” dan bagaimana peran kita?. Ini yang mesti menjadi concern  kita bersama.

Berkaca dari pengalaman eskalasi kontestasi pesta lima tahunan yang telah terjadi, ada hal-hal yang mesti menjadi perhatian bersama kita agar tidak menimbulkan  politic segretation ( pengotakan akibat politik ). Hal-hal tersebut dapat diuraikan satu demi satu sebagai berikut :

1.Memilih lebih dari sekali

Masih ada ketakutan dari pihak-pihak tertentu bahwa dalam perhelatan yang akan digelar ini, akan terjadi penggerakan massa pendukung salah satu paslon pada TPS-TPS tertentu untuk memilih kandidat mereka. Hal ini tentu sudah di antisipasi oleh Penyelenggara Pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan umum dengan menggunakan metode pengecekan nama pada DPT online, mendaftar pada saat proses pemilihan dengan menggunakan KTP, terbaru telah dilakukan coklit DP4 oleh para pantarlih, sehingga keraguan-keraguan akan hal itu dapat diminimalisir.

2.Konstruksi sosial

Bukanlah hal yang mesti ditutupi jika saya mengatakan bahwa money politic’s masih menjadi main menu dalam proses pendulangan suara oleh Tim-Tim sukses paslon tertentu. Hal ini telah di konstruksi sejak lama dan agak sulit untuk dibongkar konstruksi itu, sehingga para konstituen mudah tersegregasi akibat pecahan-pecahan kertas bernilai yang disodorkan kepada mereka.

Hal ini dapat kita hindari jika Pendidikan politik ( politic education ) telah dijalankan oleh semua stakeholder yang ada di negara ini dengan baik, sehingga para konstituen tidak menjadi vote getter ( pendulang suara ) namun turut pula menjadi decision maker ( pembuat kebijakan ) lewat para pemimpin yang nantinya mereka pilih.

3.Kampanye

Kampanye baik lewat media online mupun offline tentu menjadi cara yang turut pula diharapkan mendulang suara para konstituen untuk para kandidat yang akan bertarung.  Hal ini dianggap wajar selagi dilakukan dengan sopan dan santun tanpa mesti berusaha menjatuhkan calon-calon yang lain, apalagi jika salah satu calon itu pernah memimpin atau menjadi incumbent dalam perhelatan politik ini.

Pemilihan kata-kata dalam spanduk-spanduk kampanye hendaknya tidak menimbulkan kesan-kesan negative yang pada hakikatnya akan bermuara pada persaingan yang tidak sehat. Diksi atau pilihan-pilihan kata pada spanduk-spanduk kampanye hendaknya tidak menyudutkan calon lain dengan menampilkan kelemahan-kelemahan mereka ketika atau pada saat memimpin. Sebagai manusia biasa, mereka yang pernah memimpin atau sementara memimpin pasti juga punya kekurangan dan kelemahan. Apakah dengan menampilkan kelemahan-kelemahan atau kegagalan tersebut, lantas orang yang menampilkannya bisa menyelesaikan kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan itu ?. bagi saya itu belum tentu dapat diwujudkan.

4.Politik Identitas

Tak dapat kita hindari bahwa politik identitas sering menjadi menu dalam perpolitikan kita. Sukuisme sering menggiring kita dalam menentukan pilihan politik kita.  Secara regulasi setiap warga negara berhak mencalonkan dirinya sebagai calon pemimpin. Nah artinya bahwa orang dari Indonesia bagian barat dapat menjadi calon pemimpin di Indonesia timur. Karena mereka juga punya hak yang sama didepan hukum dan pemerintahan. Namun kita sering menggaungkan “ANAK DAERAH” yang mesti menjadi pemimpin di negeri ini karena dialah yang paling mengerti akan derah asalnya. Hal ini tentu menciderai demokrasi, sebab kita dapat digiring untuk memilih bukan berdasarkan hati nurani namun berdasarkan sukuisme. Hal ini belum tentu dapat membawa perubahan positif dalam tatanan politik kita.

5.Penggunaan Kekuasaan

Penggunaan kekuasaan dalam pemilihan dapat saja terjadi. Hal ini mesti diantisipasi dengan baik oleh setiap kita, agar tidak terjadi. Sebab pengintimidasian konstituen untuk memilih salah satu calon berdasarkan kekuasaan adalah pelanggaran Hak Asazi Manusia.

6.Penggunaan Media Online yang tidak bertanggung jawab

Rocky Gerung mengatakan bahwa Pemerintah adalah pencipta Hoaks terbaik karena punya kekuasaan dan media. Saya mencoba untuk menggantikannya dengan PEMERINTAH ADALAH PENGHANCUR HOAKS TERBAIK karena punya legalitas. Saling serang lewat media online antar sesame pendukung calon/bakal calon akan terjadi pada media-media sosial. Hal mana akan berujung pada perpecahan-perpecahan pada grass root ( akar rumput ).  Jika pemerintah dapat memblokir akses pronografi dengan baik, maka menurut saya adalah sangat baik juga jika pemerintah bisa langsung memblokir akun-akun yang menggunakan media sosial untuk memecahbelah persatuan kita lewat postingan-postingan yang tidak bermutu.

Sebagai konstituen kita mesti lebih bijak dalam menggunakan hak-hal politik kita. Kita mesti turut menjadi pengambil kebijakan dalam memajukan negeri ini lima tahun ke depan dengan cara menggunakan hak pilih kita sebaik mungkin.  Kita mesti banyak belajar dari PELANGI.

Pelangi itu muncul sehabis hujan, bukan pada saat hujan. Muncul sebagai jembatan multi warna yang menyatupadukan beragam warna demi sebuah keindahan. Perbedaan-perbedaan pandangan politik, perbedaan-perbedaan kendaraan politik adalah adalah warna-warni dalam kehidupan perpolitikan kita. Kita mesti dapat menggunakan ragam warna politik itu untuk menciptakan multicolour bridge demi sebuah kehidupan di negeri ini yang lebih baik. Akhir kata saya mengutip kata bijak seorang pemimpin umat dari sebuah buku biografinya :POLITIK ADALAH MEDAN PELAYANAN KITA, YANG SERING MENGOTORINYA ADALAH KITA SENDIRI BUKAN POLITIKNYA.

 

Nicolas J. de Fretes

Penulis