Kita adalah saudaradari rahim ibu pertiwi

ditempa oleh gelombang dibesarkan jaman

dibawah tiang bendera

 

Lirik lagu diatas adalah penggalan dari syair lagu “Dibawah Tiang Bendera”,  ciptaan iwan Fals yang dinyanyikan oleh Iwan Fals, Edo Kondologit, dkk. Diksi pada setiap syair lagu itu bukan tanpa makna diciptakan oleh sang maestro. Ada sebuah pesan moral yang hendak disampaikan oleh pencipta lagu tersebut kepada seluruh bangsa Indonesia, bahwa kita, adalah saudara, dari Sabang hingga Merauke, dari Myangas hingga Rote, kita semua adalah saudara, yang sama-sama berdiri pada tanah yang sama, yang sama-sama memilii bahasa persatuan yang sama. Sehingga adalah penting bagi semua kita untuk tetap menjaga hubungan antar sesame, menjaga tali silaturahmi antar sesama anak bangsa.

Lirik lagu tersebut sepadan dengan bunyi pasal 28 E ayat 1 dan 2, bunyi pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 tentang kebebasan beragama,  Pasal 22 Undang-Undang Nomor  30 tahun 199 tentang Hak Asasi Manusia yang menjadi landasan hukum kita dalam memilih dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan kita tanpa mesti dipaksakan apalagi diganggu oleh orang lain.

Kita boleh memiliki perbedaan, baik suku, adat, budaya, agama dan lain-lain. Perbedaan yang kita miliki adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mesti kita gunakan untuk kepentingan yang lebih baik. Lalu bagaimana kita dapat menjaga tali silaturahmi antar penganut agam yang berbeda?. Pertanyaan ini mudah diucapkan, mudah pula tuk dijawab, namun terkadang sulit untuk kita implementasikan dalam kehidupan beragama kita. Kebebasan beragama di negara Indonesia, kini semakin terpuruk, menurut data BBC News.com, selama sepuluh tahun terakhir, setidaknya  ada 200 gereja ditolah/disegel, bahkan ada juga kasus-kasus lain yang dapat kita temukan ketika melakukan pencarian pada browser. Hal ini mesti kita berantas bersama.

Menjalankan ibadah puasa dalah salah satu rukun dalam hukum Islam yang mesti dijalankan oleh setiap warga negara yang memeluk agama Islam. Termasuk pula salah satu keluarga Muslim yang berdiam di negeri Hukurila, yakni keluarga Bapak La Sahi atau yang sering disapa oleh penduduk di Hukurila dengan sebutan bapa Said/Sahit. Keluarga ini sendiri telah berdiam di negeri/jemaat GPM Hukurila ini sejak beberapa tahun lalu dan selalu menjalin hubungan yang baik dengan warga di Hukurila termasuk selalu berpartisipasi aktif dalam setiap Pembangunan yang ada di negeri atau juga jemaat GPM Hukurila. Keluarga ini adalah pemeluk agama yang taat, terbukti dengan selalu menjalankan ajaran agama yang dianutnya, termasuk menjalankan ibadah puasa.

Wadah pelayanan Perempuan Sektor Tiberias Jemaat GPM Hukurila, pada hari Rabu, 19 Maret 2025, menyambangi kehidupan keluarga bapak La Sahi untuk berbuka puasa bersama dengan mereka.  Hal ini tentu disambut baik oleh kehidupan keluarga dan seluruh umat atau anggota jemaat di Hukurila. Pelaksanaan kegiatan buka bersama Wadah Pelayanan Perempuan Sektor Tiberias Jemaat GPM Hukurila dengan kehidupan keluarga bapak La Sahi sudah direncanakan seminggu sebelumnya dan sudah berkoordinasi dengan kehidupan keluarga terkasih. Dalam kegiatan dimaksud selain dihadiri oleh seluruh warga Perempuan sektor Tiberias jemaat GPM Hukurila, dihadiri pula oleh Pdt. Ny.H.C.C. Saimima/S, S.Th selaku Ketua Majelis Jemaat GPM Hukurila, Dkn. Ny. Penina Sariwating/Maitimu selaku Ketua Seksi Pengembangan Oikumene Semesta merangkap juga Ketua Sub Seksi Pembinaan Kerjasama Antar Agama dan Aliran Kepercayaan.

Dalam kegiatan buka bersama tersebut, pihak keluarga dengan tanpa paksaan meminta kesediaan Ketua Majelis Jemaat GPM Hukurila untuk membawakan doa, dan oleh Pdt. Ny.H.C.C. Samima/S, S.Th dibawakan secara kristiani-hal ini menggambarkan betapa indahnya perbedaan jika masing-masing kita saling menghargai.

Sebelum berdoa, Ketua Majelis Jemaat GPM Hukurila diminta untuk memberikan sambutan. Dalam sambutan tersebut, Ketua Majelis Jemaat GPM Hukurila menegaskan beberapa hal kepada semua yang hadir dalam acara buka bersama tersebut, yakni :

  1. Keluarga ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan jemaat dan negeri Hukurila, karena kehidupan keluarga ini selalu berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan Pembangunan yang ada di jemaat atau juga negeri.
  2. Kita dapat hidup berdampingan dengan kehidupan keluarga, bukanlah hal yang kebetulan, hal ini semua karena kasih Yang Maha Kuasa dan juga rencana-Nya.
  3. Kehadiran Wadah Pelayanan Perempuan Sektor Tiberias Jemaat GPM Hukurila adalah bentuk toleransi beragama dan wujud cinta kasih kepada kehidupan keluarga.
  4. Kehadiran Wadah Pelayanan Perempuan Sektor Tiberias Jemaat GPM Hukurila adalah bentuk dukungan bagi keluarga dalam menyongsong bulan suci Ramadhan serta wujud kebersamaan dan Persekutuan antara sesama  anak bangsa.
  5. Acara buka puasa bersama ini adalah sebuah momentum yang dapat memumpuk nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara.
  6. Kebersamaan keluarga dengan jemaat dan negeri mesti terus dipupuk, dibina agar hubungan persaudaraan yang telah terbina semakin erat.

Setelah berdoa, acara buka bersama pun dimulai. Diawali oleh keluarga Bapak La Sahi, Ketua Majelis Jemaat GPM Hukurila, Majelis Jemaat GPM Hukurila yang hadir dan semua orang yang hadir dengan mencicipi kue yang dibawa dari rumah masing-masing atau yang disediakan oleh kehidupan keluarga.

 

Mari kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengembangkan sikap toleransi antara umat beragama tanpa mesti mempersoalkan setiap perbedaan yang kita punya. Hal yang mesti kita ingat dalam hati kita adalah, “PELANGI ITU INDAH KARENA WARNA YANG BERBEDA”. Izinkan saya menutup tulisan ini dengan sebuah puisi dengan judul TOLERANSI

 

 

Toleransi, jembatan hati,

Menghubungkan kita yang berbeda,

Dalam keragaman, kita bersatu,

Dengan saling memahami, hidup lebih berharga.

Ketika suara berbeda berdengung,

Bukan perpecahan yang harus kita temukan,

Namun pelukan hangat, tangan terbuka,Menjadi satu dalam cinta dan harapan.

Mari kita rayakan warna yang ada,

Setiap budaya adalah harta yang mulia,

Dengan dialog dan rasa saling menghargai,

Kita bisa membangun dunia yang berseri.

 

Toleransi bukan sekadar kata,

Tapi aksi nyata dalam setiap langkah kita,

Saat kita berjalan berdampingan,

Kita ciptakan kedamaian yang abadi dalam kehidupan.

NICO ETHES